Seperti
kata mu, aku pintar, brilian, jenius tetapi sekarang aku jadi malas dan bodoh.
Kau tak perlu menyalahkan dirimu akan semua ini. Kamu bukan lah pengaruh buruk
buatku. Bukan! tapi aku yang sengaja melambat untuk sekedar bisa menyapa mu.
Sekedar menghabiskan waktu bersama sepanjang kita berlari.
Tanpa
kusadari, semua orang telah berlari melewati kita. Bahkan aku menjadi peringkat
terakhir dikalangan para pria. Aku mulai bersedih dan marah pada diriku
sendiri. Aku hanya bisa melihatmu dengan wajah penuh malu akan ketidaksanggupanku
dalam berlari.
Aku
mulai memarahi mu yang berjalan lambat,
“Ayolah
kita bisa kalah, kita bisa telat kalau seperti ini terus.”
Emosi
ku mulai meningkat, sejalannya waktu. Aku mulai marah tak karuan hingga serasa
pengen menyerah. Kutarik tangan mu dan mulai berteriak.
“Ayo,
cepat kita bisa kalah.”
“Kamu
bisa lari sendiri kalau mau. Aku nggak bisa ngikutin kamu terus. Aku punya
jalan sendiri.” Jawabmu dengan tegas.
Aku
sempat sedih, mendengarmu berkata seperti itu. Kau tak menghargai usahaku
selama ini. Kau tak menghargai pengorbanan ku selama ini. Aku merelakan segala
nya bahkan piala di depan mata udah ku korban kan demi dirimu.
Tapi
kamu pun melirik dengan senyuman manismu dan berkata
“Semangat,
kamu bisa lari sendiri.” J
Aku
sadar, selama kita jalan berdua aku selalu mengikuti mu. Sebagai orang
bertinggi 176 cm, lari ku lumayan cepat dibanding orang lain. Dan kamu tak pernah
mengikuti lari ku yang cepat ini melainkan aku yang selalu mengikuti kecepatan
lari mu.
Mungkin
terdengar lucu, aku sempat kepikiran bahwa. Sudah seharusnya kita jalan
terpisah agar kemampuan jalan kita maksimal. Bukan karena aku tak ingin
berjalan bersama mu. Dan bukan juga bukan karena aku ingin meninggalkan mu. Tapi
aku ingin mempersiapkan tempat istirahat yang layak untuk mu di finish nanti. :)
#Rico_Alandra